Oleh : Sjaifuddin Thahir
Mobile : 0817188831
Dalam rangka disainer dan galangan kapal di
Indonesia lebih mandiri dalam pembangunan kapalnya untuk menunjukkan pada dunia
bahwa Indonesia memang sudah pantas sebagai Poros Maritim Dunia sebagaimana
dicita-citakan oleh Presiden Republik Indonesia, bapak Ir. Joko Widodo, maka
izinkan pada kesempatan ini saya untuk sedikit berbagi kepada masyarakat
maritim Indonesia informasi soal standar pembangunan kapal. Selama ini galangan
kapal di Indonesia, PT. PAL Indonesia, dan galangan-galangan lain di Indonesia
membangun kapal-kapalnya mendasarkan pada Rule BKI atau Rule dari badan klasifikasi
asing yang diakui oleh Pemrintah Indonesia dan mendasarkan pada regulasi yang
diberlakukan di Indonesia. Namun perlu dicatat bahwa sudah 7 tahun yang lalu
IMO mengharapkan bahwa pembangunan kapal di Indonesia bisa mendasarkan standar
pembangunan kapalnya berbasis pada tujuan atau sasaran pembangunan kapal.
Inilah yang dikenal dengan IMO Goal-based standards (GBS).
Untuk mendukung Indonesia sebagai poros maritime
dunia marilah kita bersama-sama menggoncang Indonesia dengan benar-benat
mengaplikasikan GBS tersebut. Lalu apa sih yang dimaksudkan dengan GBS itu?
Kembali izinkan saya berbagi lewat ilmu saya yang
serba terbatas ini bahwa Goal-based standards (GBS) adalah suatu standar dan
prosedur pembangunan kapal yang memiliki kualitas dengan tingkat tinggi yang
harus dipenuhi oleh para disainer kapal, para galangan kapal, dan badan
klasifikasi yang dituangkan dalam Class Rule (BKI dan badan klasifikasi asing
yang diakui), regulasi, dan standar untuk pembangunan kapal oleh galangan
kapal.
Indoesia sebagai bangsa bahari dan masyarakat
Indonesia sebagai masyarakat maritim tentunya harus memiliki sasaran atau
tujuan dalam membangun kapal-kapalnya. GBS inilah setidaknya akan meminta
Indonesia untuk setidaknya menetapkan minimal satu tujuan (boleh lebih dari satu
tujuan). Indonesia harus menetapkan persyaratan-persyaratan fungsional yang
terkait dengan tujuan yang ditetapkan tersebut, dan Indonesia harus melakukan
verifikasi sendiri atas kesesuaian proses pembagunan kapalnya dengan apa
sasaran yang telah ditetapkan bahwa Class Rule atau regulasi yang ditetapkan
oleh pemerintah telah memenuhi persyaratan fungsional termasuk tujuan
pembangunan kapal. Sebelum dilakukan audit oleh tim yang ditunjuk IMO.
Untuk dapat mencapai tujuan pembanguan kapal dan
persyaratan fungsional yang ditetapkan, maka BKI dan badan klasifikasi asing
yang diakui oleh pemerintah atau pemerintah indonesia harus dapat menyusun
class rule dan regulasi yang tepat dan yang sesuai. Persyaratan-persyaratan
yang dibuat harus terperinci dan akan menjadi bagian dari kerangka kerja GBS
saat diverifikasi oleh auditor independen yang ditunjuk oleh IMO apakah telah
sesuai dengan GBS.
Coba kita simak ke belakang bahwa pada tahun
1990an, Maritime Safety Committee menyadari bahwa regulasi yang selama ini ada adalah
regulasi yang berbasis pada preskriptif. Regulasi tersebut dianggap tidak akan
mampu untuk mengatasi adanya tantangan perkembangan desain kapal dan tidak
mampu mengambil tindakan untuk menggabungkan filosofi-filosofi disain berbasis
pada tujuan pembangunan kapal ke dalam Konvensi SOLAS yang ada saat itu. Oleh
karena itu IMO sejak itu mengadakan perubahan-perubahan yang signifikan dalam
cara mendekati regulasi dalam mendesain kapal.
Kecepatan dan perkembangan teknologi komputer
yang semakin meningkat telah membuka dunia baru bagi para perancang kapal dan
pembangun kapal dari ITS, UNHAS, UNDIP, UI, UNPATI dll di Indonesia dan para
peneliti dari BPPT dan LIPI dan lain-lain. Anggota-anggota IMO mendekati
perihal keselamatan kapal dari perspektif yang sama sekali baru yang merupakan
tujuan dan berorientasi pada kinerja, sebagai pengganti berbasis pada
pendekakatan preskriptif tradisional dengan mempertimbangkan kondisi
kecanggihan industri maritime saat ini.
Kami coba mengurai prinsip dasar dari standar atau
regulasi IMO GBS. Standar keselamatan kapal, standar pencegahan pencemaran
lingkungan laut oleh kapal dan standar keamanan kapal kalau dulu terbatas pada
kurun waktu tertentu, maka dengan GBS ini standar tersebut harus dapat dipenuhi
oleh kapal selama masa pakai kapal. Penerapan GBS, maka standar kapal yang
tinggi harus dapat dicapai dengan persyaratan yang telah diterbitkan dan
diterapkan oleh badan klasifikasi, pemerintah dan IMO.
Dengan GBS, maka desain kapal yang dibuat dan
teknologi pembangunan kapal yang dipakai harus dapat terukur, dapat dibuktikan
keputusan-keputusannya, dapat diverifikasi yang telah ditetapkan, kapal dapat
bertahan lama untuk dapat beroperasi, dapat diterapkan dan dapat dengan mudah
dicapai. Dalam aplikasi GBS ini, desain kapal yang dibuat dan teknologi
pembangunan kapal harus spesifik agar tidak timbul dan terbuka adanya
interpretasi-interpretasi yang berbeda oleh semua pihak yang terlibat,
disainer, galangan, badan klasifikasi, pemilik kapal, asuransi dan perbankan.
Prinsip-prinsip dasar tersebut di atas
dikembangkan agar sesuai dengan semua standar yang berbasis pada tujuan
pembangunan kapal dan standar yang disusun oleh IMO. GBS tidak hanya untuk
standar konstruksi kapal saja melainkan ke depan IMO GBS akan dikembangkan ke
standar yang berbasis pada tujuan pada sector keselamatan kapal lainnya,
misalnya. Mesin induk dan mesin bantu kapal, permesinan lainnya, hull
outfitting, peralatan-peralatan kapal, alat proteksi kebakaran kapal, dan
lain-lain, serta sector perlindungan keamanan dan perlindungan lingkungan laut.
Semua standar yang berbasis pada tujuan pembangunan kapal yang dikembangkan
oleh IMO akan mengikuti prinsip dasar yang sama.
Sekedar informasi bahwa regulasi IMO terbaru yang
menggunakan pendekatan GBS yang sudah ada saat ini adalah regulasi kapal yang
beroperasi di kutub (Polar Code), regulasi kapal pengangkut gas (IGF Code) dan
standar konstruksi kapal yang berbasis pada tujuan pembangunan kapal untuk
kapal curah dan kapal tanker minyak dan skema verifikasi GBS nya. Jadi bila
Indonesia membagun kapal jenis-jenis kapal tersebut dapat diverifikasi oleh IMO
dan Indonesia bisa meminta kepada IMO untuk mengauditnya.
Tujuh tahun yang lalu Komite Keselamatan kapal
(Maritime Safety Committee), pada bulan Mei 2010, mengadopsi regulasi baru
dalam SOLAS II-1/3-10 dimana dalam regulasi tersebut yaitu standar konstruksi
kapal untuk kapal curah dan kapal tanker minyak (resolusi MSC.290 (87)).
Regulasi tersebut telah berlaku 5 tahun lalu sejak tanggal 1 Januari 2012,
dimana regulasi tersebut mensyaratkan bahwa semua kapal tanker minyak dan kapal
curah dengan panjang kapal 150 m ke atas, dimana kontrak pembangunannya pada
atau setelah tanggal 1 Juli 2016, harus memenuhi persyaratan konstruksi kapal
sesuai dengan International Goal-based Ship Construction Standards for Bulk
Carriers and Oil Tankers (GBS Standards). Referensinya adalah resolusi
MSC.287(87).
Berdasarkan Standar GBS tersebut, Rule konstruksi
untuk kapal curah dan kapal tanker minyak dari badan klasifikasi yang bertindak
sebagai organisasi yang diakui atau pemerintah harus diverifikasi oleh Tim
Audit GBS yang dibentuk oleh Sekjen IMO. Oleh karena itu Rule Class harus
disesuaikan berdasarkan pada standar konstruksi kapal yang berbasis tujuan
untuk pembangunan kapal curah dan kapal tanker minyak. Referensinya adalah
resolusi MSC.296 (87) sebagai Pedoman GBS.
Dengan adanya pedoman diperkirakan bila banyak
pembangunan kapal tanker dan kapal curah bahwa badan klasifikasi di dunia dan
pemerintah akan beramai-ramai mengajukan permintaan untuk verifikasi peraturan
pembangunan kapalnya kepada Sekjen IMO. IMO akan meneruskan permintaan tersebut
ke Tim Audit untuk verifikasi informasi yang disampaikan melalui proses review
atau peninjauan secara independen. Hasilnya dalam bentuk laporan. Laporan Tim
dan rekomendasinya kemudian diteruskan ke komite MSC untuk dipertimbangkan dan
disetujui.
Semoga bermanfaat
Komentar
Posting Komentar