Oleh : Ir. Sjaifuddin Thahir, MSc.
Mobile : 0817188831
Pada kesempatan ini saya coba menjawab berbagai
pertanyaan para pemilik kapal kepada saya terkait dengan penerapan Ballast
Water Management Convention (BWMC). Persiapan apa yang harus dilakukan oleh
pemilik kapal dalam penerapan ini, dll? Semoga tulisan saya ini dapat menjadi
inspirasi bagi semua pihak dan masyarakat maritime Indonesia. Tentunya kita
sebagai Negara bahari tidak harus berdiam diri dalam hal implementasi konvensi
air balas kapal ini. Karena mau tidak mau konvensi ini wajib dilaksanakan kelak
tanggal 8 september 2017.
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa dalam
penerapan BWMC, negara-negara di dunia saat ini tidak berdiam diri dan
Negara-negara di dunia saat ini sedang gencar-gencarnya memberikan tawaran dan
dukungan kepada para pemilik kapalnya yang mengibarkan benderanya. Ini adalah
sikap dan respon positif dari Negara kepada rakyatnya (pemilik kapal). Bagi
Negara-negara yang sampai saat ini belum mau meratifikasi, bisa mengambil
contoh Negara Siprus. Lalu apa sebenarnya sikap dan langkah yang dilakukan oleh
Negara Siprus sebelum meratifikasi konvensi tersebut?. Siprus memang dan
sengaja belum meratifikasi konvensi ini dan Siprus dalam rangka untuk
meratifikasi konvensi. Untuk kepentingan ini ke dalam negerinya pemerintah
Siprus bersikap memberikan penawaran konsultasi gratis kepada para pemilik
kapalnya atas penerapan konvensi air balas kapal.
Meskipun Siprus menjadi salah satu negara anggota
IMO yang sampai saat ini belum meratifikasi Konvensi BWM, Siprus bersikap
selalu menjalin kerja sama dengan para pemilik kapalnya untuk memastikan apakah
pemilik kapal dan kapal-kapalnya telah siap untuk mematuhi konvensi tersebut.
Menurut pemerintah Negara siprus, BWMC ini merupakan tantangan yang paling
signifikan saat ini bagi industri pelayaran kapal yang melakukan rute pelayaran
internasional. Meski negaranya belum meratifikasi tetapi bila kapalnya berdagang
keluar negeri hal ini akan dapat dilalukan potensi penahanan oleh pihak PSC
Negara lain. Disamping memberikan konsultasi gratis, Pemerintah siprus bersikap
memberikan panduan nasional resmi kepada para pemilik kapalnya. Ini patut kita
contoh.
Sebelum memutuskan untuk meratifikasi konvensi
air balas kapal ini, pemilik kapal Negara Siprus diminta dapat mencapai
kepatuhan dan mengurangi timbulnya risiko-risiko kapal dan kapal berpotensi
terkena denda atau penalty yang lumayan signifikan (cukup besar jumlahnya).
Pemilik kapal Negara siprus diminta harus dapat mengatur air balas kapalnya
dengan bagaimana mengelolanya dengan benar dan tepat sesuai IMO yang bisa
berdampak lingkungan laut seminim mungkin. Pemilik kapal harus mengetahui
dampak lainnya yaitu penundaan pelayaran kapalnya di pelabuhan Negara lain dan
ujungnya adalah berapa besar pengurangan profitabilitas yang diperoleh
perusahaan bila tidak memenuhi konvensi ini.
Pemerintah Negara Siprus bersikap melakukan
pendekatan secara persuasif kepada para pemilik kapalnya untuk merencanakan dan
memastikan bahwa proses discharging dan charging air balas kapalnya dikelola
dengan cara yang efisien dan dengan menghasilkan dampak seminim mungkin, dengan
biaya operasi yang murah
.
Bagaimana halnya dengan sikap Negara Liberia
dalam hal implementasi konvensi air balas kapal? Ini adalah contoh yang bagus
juga bagi Indonesia. Dimana Negara Liberia dan Negara Indonesia telah sama-sama
melakukan ratifikasi konvensi air balas kapal ini. Sebagaimana kita ketahui
bersama bahwa negara Liberia merupakan negara bendera terbesar kedua setelah
Negara Panama dalam hal tonase kotor kapalnya. Perbedaannya bahwa Negara
Liberia yang telah meratifikasi konvensi BWM tersebut pengelolaan registrinya
yang berada dan berbasis di Amerika Serikat. Tetapi yang patut dicontoh adalah
bahwa Negara Liberia menawarkan kepada para pemilik kapal dengan berbagai macam
dukungan untuk membantu pemilik kapal dalam rangka mematuhi konvensi ini.
Sebagai contoh saja bahwa marine inspector Negara
Liberia melakukan pemeriksaan dengan secermat-cermatnya terhadap unit BWM plant
yang sudah dipasang di kapal yang mengibarkan benderanya. Termasuk memeriksa
Type approval certificate atau certificate jenis persetujuan alat BWMS yang
dipakai dan dipasang di kapal. Kenapa hal ini dilakukan? Karena terdapat
informasi saat itu dan membuat kekhawatiran bahwa ada BWMS yang belum memenui
persetujuan sesuai dengan pedoman persetujuan G8 IMO dan belum memenuhi standar
discharging yang dipersyaratkan. Kenapa hal ini dilakukan oleh Liberia? Hal ini
akan menjadi Liberia menjaga reputasi dan performance negative dari Negara
Liberia dalam list dan data PSC MOU. Semua Negara berusaha menjadi Negara
“white list”.
Liberia mendukung dengan melakukan pengujian alat
pengatur balas kapal secara gratis. Pengujian-pengujian yang dilakukan oleh
marine inspector Negara Liberia mengungkapkan bahwa beberapa sistem air balas
kapal yang disetujui dengan menggunakan Pedoman G8 ada yang memiliki batasan
operasi yang belum diidentifikasi selama proses persetujuan tipe unit pengelola
air balas kapal sesuai pedoman IMO.
Pemerintah Liberia mengharapkan dukungan
pemeriksaaan dan pengujian tersebut akan sangat dibutuhkan setelah BWMC
diberlakukan nanti setelah tanggal 8 September 2017 karena sudah banyak
pertanyaan dari pemilik kapal Liberia seperti kapan tanggal kepatuhan konvensi,
bagaimana cara pemenuhan BWMS di kapal, dan bagaimana menghadapi adanya
pemeriksaan yang dilakukan oleh PSC?. apa respon Negara bendera?.
Satu lagi contoh sikap Negara yang telah melakukan
ratifikasi konvensi ini. Negara ini adalah Republic of the Marshall Islands
(RMI). Armada kapal RMI juga termasuk terbesar dalam hal gross tonnage. RMI
telah meratifikasi BWMC. Bedanya dengan Indonesia bahwa RMI didukung oleh
International Registries, Inc (IRI), yang memiliki tim pengelolaan air balas
kapal yang telah ditunjuk untuk mendukung para pemilik kapal. Bagaimana halnya
di Indonesia?. Untuk kepentingan ini praktisi maritime Indonesia mengusulkan
kepada pemerintah Indonesia untuk dapat menunjuk badan klasifikasi nasional
yaitu Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) atau badan klasifikasi asing yang ada di
Indonesia untuk dapat membantu melakukan verifikasi terhadap penerapan konvensi
ini.
Seminar-seminar tentang BWM dilakukan oleh
pemerintah RMI dan pertemuan langsung dengan perusahaan-perusahaa dan pemilik
kapal diadakan secara intensif dan pedoman nasional penerapan konvensi kepada
kapal diterbitkan untuk mendukung para pemilik kapal dan diperkirakan ini akan
berlanjut setelah BWMC mulai diberlakukan. Dukungan apa yang akan diberikan
jika salah satu kapal yang mengibarkan bendera RMI ditahan oleh PSCO karena
tidak memenuhi atau kekurangan dalam hal pengaturan air balas kapal? Pemerintah
RMI bersikap memerintahkan pemeriksa kapalnya (marine inspector) yang dibantu
oleh tim BWM melakukan kerja sama dengan operator kapal dan negara pantai
(coastal states) menyusun pendekatan BWM yang praktis.
Sebagi ilustrasi yang baik, kami sengaja
memberikan contoh suatu kasus sikap pendekatan yang persuasive kepada kapal
Liberia di perairan Amerika Serikat. Pada akhir Januari 2017, terjadi di AS,
kapal yang berbendera Liberia. USCG melakukan proses pemeriksaan secara
persuasive dan memproses kapal tersebut karena diduga gagal memenuhi
persyaratan konvensi air balas kapal. Lalu apa yang dilakukan? Pemeriksa atau
Auditor negara bagian bendera naik ke atas kapal tersebut dan namun pemeriksa
atau auditor membantu operator atau pemilik kapal menyelesaikan kekurangan pada
kapal tentang apa yang harus dilakukan dan kejadian ini dilaporkan ke USCG
sebagai tindakan perbaikan dan feed back. Apakah hal ini akan terus
terjadi setelah 8 September 2017? Praktisi maritime Indonesia selalu menjadi
partner pemerintah dalam hal diskusi penerpan semua konvensi.
Semoga bermanfaat
Komentar
Posting Komentar