Oleh : Ir. Sjaifuddin Thahir, MSc.
Mobile : 0817188831
Menjadi pemilik kapal zaman dulu memang merupakan impian
bagi semua orang. Mungkin impian semacam itu sampai sekarang masih tetap
sama yaitu menjadi pemilik kapal hidupnya mewah. Sebagaimana kita
ketahui bersama nama pemilik kapal terkenal di dunia misalnya
Aristoteles Sokrates (Ari) Onassis (yang hidup 15 Januari 1906 sd 15
Maret 1975), Lemos, Niarchos, dll.
Demikian pula pemilik kapal di Indonesia yang terkenal
misalnya PT Humpuss Intermoda Transportasi Tbk, PT. Samudera Indonesia,
dan lain-lain yang masih banyak bila disebutkan satu-per-satu. Pemilik
kapal dalam negeri dan luar negeri serta beberapa orang kaya dalam
bisnis perkapalan dapat menikmati kehidupan kemewahan dan kemegahannya
dengan kapal-kapalnya. Itulah sebagian besar impian masyarakat maritime
Indonesia dan di dunia.
Lalu, apakah saat ini impian tersebut masih bisa menjadi
kenyataan untuk dijalankan?. Bila kita tengok ke belakang, di masa lalu
memang mimpi semacam itu dapat menjadi kenyataan. Kita ambil contoh saja
di Eropa atau Inggris, seorang mantan kapten kapal dengan berdasarkan
pengalamannya dan bersama-sama dengan beberapa temannya mengumpulkan
sejumlah uang tunai dan mereka dapat membeli sebuah kapal untuk
dioperasikan dabn mendapatkan keuntungan yang besar. Itu terjadi pada
awal tahun 1970-an, dimana untuk membeli kapal yang dibangun pada awal
1950-an. Artinya, kapal dengan usia 20 tahun masih dapat dipergunakan
untuk bisnis pelayaran.
Kapal yang dibeli tersebut bisa berukuran kapal kecil,
bulker mini sekitar 3.000 DWT (Bila di Indonesia kapal tersebut mungkin
dikategorikan kapal ukuran sedang). Biaya operasional kapalnya saat itu
bisa masih murah, namun sekarang biaya operasionalnya cukup lumayan
besarnya dan peraturan-peraturan saat itu misalnya tentang ISM Code, dll
masih belum ada, peraturan sekarang baik dari IMO dan peraturan
nasional, banyak sekali yang harus dipenuhi oleh pemilik kapal. demi
keselamatan kapal dan standar internasional, itu adalah hal yang tidak
bisa dihindari. Pemeriksaaan oleh negara (marine inspector) hampir
dipastikan belum ada pada masa itu, karena konvensi-konvensi belum
bermunculan, sehingga kapal-kapal dengan senang hati dapat berlayar ke
mana-mana dan pada awal-awal tahun 1970an, kapal dapat mengembalikan
investasinya dalam waktu kurang dari setahun. Saat ini pemeriksaan oleh
pemerintah harus dilakukan begitu ketat dan harus dipenuhi tidak boleh
ada proses tawar demi keselamatan kapal.
Pada pertengahan tahun 1980-an, banyak pengusaha tertarik
dan memasuki bisnis pelayaran. Namun industri pelayaran saat itu,
terkecoh, sempat mengalami depresi selama lima tahun. Sempat ada
kebijakan scrap kapal. Kapal-kapal modern dijual dengan harga yang murah
dan kapal-kapal tua dihargai dengan harga skrap sekitar US$100 per
LWT. Kondisi saat itu sebenarnya mirip dengan kondisi bisnis pelayaran
saat ini. Bisa jadi kapal-kapal dapat dijual dengan harga yang murah.
Untuk saat ini, harga kapal scrap bisa jadi naik sekitar 10-20% yaitu
sekitar US$110-120 per LWT.
Kembali, jadi saat itu dengan modal yang relatif kecil
yaitu sekitar US$500.000an, pemilik kapal atau investor sebenarnya sudah
dapat dipergunakan untuk memperoleh kapal dengan ukuran 16.000 DWT
single-decker tahun bangun 1960-an. Termasuk pengusaha kapal nasional
membeli kapal lama dan diperbaiki dengan tenaga ahli perkapalan
Indonesia membuat kapal bisa beroperasi kembali. Banyak pengusaha
membeli kapal dan mengoperasikannya sambil menunggu pasar yang lebih
baik.
Di eropa, pasar kembali membaik setelah kapal-kapal yang
dibangun dengan tahun pembuatan 1969 yang dijual dengan harga empat kali
lipat dari sebelumnya. Beberapa pemilik dapat membeli dua puluh kapal
semacam itu sehingga bisa dibayangkan apa yang bisa diperbuat terhadap
uang pemilik kapal pada saat itu.
Demikian juga saat ini informasi bagi para investor dalam
negeri dan luar negeri dengan modal yang relatif kecil, pemilik kapal
atau investor dapat membeli kapal second, namun perlu dicatat dan
dikonsultasikan terlebih dahulu bahwa masih terkendala aturan import
kapal second ke dalam negeri. Hal ini dengan harapan bahwa bila ekonomi
dunia membaik kapal-kapal tersebut bisa dioperasikan. Sampai kapan
ekonomi dunia membaik? Atau siapkah Indonesia membangun dengan harga
yang lebih murah dari galangan di luar negeri? Sementara komponen kapal
masih banyak yang import.
Saat ini kita berada pada era tahun 2017 dimana ekonomi
dunia hamper sama dengan tahun 1980-an. Masih belum bisa disimpulkan
saat ini adalah waktu yang tepat untuk investasi membeli kapal dengan
harga yang sangat murah. Sehingga bagi pemimpi-pemimpi sekitar itu untuk
bisa menjadi kenyataan, masih sangat beresiko.
Semoga bermanfaat
Sjaifuddin Thahir
The Association of Indonesian Maritime Practitioners
Email : sjaifuddin1963@gmail.com
Komentar
Posting Komentar