Oleh : Ir. Sjaifuddin
Thahir, MSc.
Sebagai praktisi perkapalan, saya sering menemui situasi dimana
pemilik kapal dihinggapi kekuatiran yang berlebihan saat menghadapi masa doking
kapalnya. Penyebabnya adalah timbulnya biaya akibat adanya temuan
ketidaklayakan pada konstruksi dan komponen kapal miliknya.
Terjadinya korosi (karat) dan menurunnya ketebalan pelat (dibanding
saat kapal baru selesai dibangun), menjadi dua temuan yang menjadi momok bagi
pemilik kapal. Hasil inspeksi surveyor badan Klas bisa saja merekomendasikan
kewajiban untuk melakukan tindakan perbaikan atau penggantian pelat. Hal ini
tentu memerlukan biaya yang tidak sedikit. Namun, jika tidak penuhi maka kapal
akan diberi status "tidak terpelihara".
Akibatnya, tak jarang sebagian pemilik kapal memutuskan untuk tidak
naik dok atau menghindari kapal naik dok. Seperti orang yang enggan melakukan
general check-up kesehatan karena takut mengetahui hasil yang tidak
menyenangkan.
Padahal, inspeksi terhadap konstruksi kapal dilakukan demi
menyelamatkan kapal, melindungi muatan yang akan angkut, dan melindungi pemilik
kapal itu sendiri atas kewajiban-kewajiban yang harus ditanggungnya di kemudian
hari bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan terhadap kapalnya.
Melalui kesempatan ini, izinkanlah saya sedikit berbagi tentang ketebalan pelat kapal, kriteria pelat kapal yang harus diganti, serta apa yang harus kita lakukan. Karena penting bagi bagai pemilik kapal memiliki pemahaman yang sama dengan surveyor kapal yang ditugaskan oleh badan klasifikasi (klas).
Yang sederhana misalnya, mengapa menggunakan pelat jenis marine yang bersertifikat saat mengganti pelat kapal? Jawabannya adalah karena sulit sekali mendeteksi atau memastikan jenis pelat yang sudah terpasang, apakah jenis marine atau bukan. Diperlukan uji micro-structure komposisi kimia pelat. Uji tersebut selain memakan waktu, juga mahal biayanya serta harus ditanggung oleh pemilik kapal.
Melalui kesempatan ini, izinkanlah saya sedikit berbagi tentang ketebalan pelat kapal, kriteria pelat kapal yang harus diganti, serta apa yang harus kita lakukan. Karena penting bagi bagai pemilik kapal memiliki pemahaman yang sama dengan surveyor kapal yang ditugaskan oleh badan klasifikasi (klas).
Yang sederhana misalnya, mengapa menggunakan pelat jenis marine yang bersertifikat saat mengganti pelat kapal? Jawabannya adalah karena sulit sekali mendeteksi atau memastikan jenis pelat yang sudah terpasang, apakah jenis marine atau bukan. Diperlukan uji micro-structure komposisi kimia pelat. Uji tersebut selain memakan waktu, juga mahal biayanya serta harus ditanggung oleh pemilik kapal.
Kriteria berkurangnya ketebalan pelat kapal yang masih
diperbolehkan atau diizinkan (oleh seluruh badan klas) didasarkan pada filosofi
aturan ketebalan pelat kapal saat pengujian ketebalan di atas dok, ketebalan
pelat kapal sesuai gambar konstruksi lambung kapal dan gambar bukaan kulit saat
kapal bangunan baru diperiksa oleh badan klas. Artinya, yang menjadi acuan adalah
gambar pelat kapal yang telah memperoleh persetujuan saat awal, bukan gambar
bukaan kulit hasil uji ketebalan pelat terakhir di atas dok
Perbedaan ketebalan pelat kapal disesuaikan pada tingkat probabilitas. Kapal bangunan baru umumnya didesain untuk mampu beroperasi dengan baik (termasuk pelat) hingga 20 tahun. Pemilik kapal yang memesan kapal ke ship designer atau galangan, harus memastikan bahwa desain dan spesifikasi ketebalan dan material pelat kapal minimal sampai masa 20 tahun operasi. Semakin lama semakin bagus. Demikian juga margin korosi setiap kapal dan daerah perairan operasinya di laut juga bervariasi, tergantung pada salinitas dan kriteria kekuatan konstruksi kapal sesuai class rule.
Perbedaan ketebalan pelat kapal disesuaikan pada tingkat probabilitas. Kapal bangunan baru umumnya didesain untuk mampu beroperasi dengan baik (termasuk pelat) hingga 20 tahun. Pemilik kapal yang memesan kapal ke ship designer atau galangan, harus memastikan bahwa desain dan spesifikasi ketebalan dan material pelat kapal minimal sampai masa 20 tahun operasi. Semakin lama semakin bagus. Demikian juga margin korosi setiap kapal dan daerah perairan operasinya di laut juga bervariasi, tergantung pada salinitas dan kriteria kekuatan konstruksi kapal sesuai class rule.
Kriteria Ketebalan Pelat
Secara prinsip, setiap badan klas menggunakan kriteria ketebalan
pelat yang sama. Sebagai contoh, untuk bagian konstruksi utama, kapal dengan
ukuran panjang L ≥ 100 m, pengurangan tebal pelat yang dapat diterima bisa
dilihat dalam class rule dimana kapal diklaskan. Untuk kapal dengan ukuran
panjang L <100 m, secara umum pengurangan ketebalan pelat yang diijinkan
biasanya hanya sampai 20% dari ketebalan pelat awal. Sementara untuk
profil-profil lain di dalam konstruksi internal kapal, penurunan ketebalan yang
dapat diterima berkisar 25% dari tebal awal.
Setiap badan klas, sesuai hasil risetnya, memiliki rumus yang berbeda-beda. Namun untuk praktisnya, pemilik kapal dapat menggunakan rumusan Ketebalan Minumum (Tmin) di bawah ini untuk mengetahui kondisi bocor halus pada pelat.
Untuk pelat geladak: Tmin> 0,9 (5,5 + 0,02 x L) (satuan mm).
Untuk pelat sisi lambung dan pelat dasar :Tmin > 0,9 (5.0 + 0,04 x L) (satuan mm).
Sedangkan untuk ketebalan pada bagian-bagian lain dari konstruksi internal kapal, secara rinci dapat dilihat dalam class rule dimana kapal diklaskan. Semoga bermanfaat. **
Komentar
Posting Komentar